
1. Tarian Bedhaya Ketawang dari Daerah Jawa Tengah

Biasanya tarian bedhaya ketawang di pertunjukkan hanya untuk acara resmi dengan tujuan menghibur pada hadirin. Untuk sejarah dari tarian bedhaya ketwang ini bercerita tentang hubungan Ratu Kidul atau yang biasa kita sebut sebagai Nyai Roro Kidul.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, apabila ada yang membawakan tarian bedhaya ketawang maka Nyai Roro Kidul akan mendatangi tempat dimana tarian tersebut dibawakan serta ikut menari. Pada umumnya tarian bedhaya ketawang dibawakn oleh sembilan orang penari wanita.
Dimana angka sembilan yang dipilih ini untuk melambangkan Wali Songo. Namun ada juga yang berpendapat bahwa sembilan ini berasal dari arah mata angin. Adapun busana yanng dikenakan para penari adalah menggunakan busana pengantin Adat Jawa. Para penari memakai gelung besar (konde) pada kepala mereka.
Selain konde para penari juga memakai aksesoris Jawa lainnnya seperti sisir jeram saajar, garudha mungkur, centhung, cundhuk mentul dan tiba dhadha. Untuk mengikuti tarian ini pun para penari wanita diusahakan tidak sedang keadaan haid.
2. Tarian Gambyong dari Daerah Jawa Tengah

Hingga pada suatu hari nama gambyong itu terdengar di telinga Sultan Paku Buono IV dan membuat ia diundang sang raja untuk menari di istana. Sesuai dengan ketenarannya, Sri Gambyong berhasil membuat seluruh warga istana terpikat dengan tariannya. Tidak berhenti disini, tariannya pun dipelajari dan dikembangkan di istana hingga akhirnya dinobatkan sabagai tarian khas istana.
Untuk busana yang biasa digunakan ialah busana kembem sebahu yanng dilengkapi dengan selendang. Sedangkan untuk jumlah penarinya tidak disyaratkan. Pada dasarnya tarian gambyong sangat identik dengan warna hijau dan kuning. Namun seiring dengan perkembangan zaman, warna bukanlah sesuatu hal mendasar yang tidak dapat diubah meskipun pada hakikatnya warna juga dapat menjadi iri khas.
Untuk musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian gambyong ialah musik gamelan seperti kendhang, gong dan kenong.
3. Tarian Saman dari Daerah Nanggroë Aceh Darussalam

Pada
awalnya tarian tradisional saman dari Aceh merupakan tarian etnis Suku
Gayo. Dimana Suku Gayo ini merupakan ras tertua di pesisir Aceh pada
masa itu. Pada mulanya Tarian Saman bertujuan sebagai media dakwah untuk
menyebarkan agama Islam. Seiring berjalannya waktu, saat ini Tarian
Saman bersifat hiburan dan lebih sering dibawakan untuk mengisi festival
kesenian bahkan sampai ke luar negeri.
Berdasarkan
dari beberapa referensi menyebutkan bahwa Tarian Saman pertama kali
didirikan dan dikembangkan oleh seorang ulama yang berasal dari Suku
Gayo Aceh Tenggara Syaikh Saman.4. Tarian Kecak dari Daerah Bali

Beliau merupakan seorang seniman dalam bidang seni lukis yang berasal dari negara Jerman. Mereka berdualah yang memiliki peran penting dalam berkembangnya Tarian Kecak sampai terkenal seperti saat ini.
5. Tarian Piring dari Daerah Minangkabau Sumatra Barat

Gambar via: definursyafni.blogspot.co.idTari Piring atau dalam bahasa Minangkabau sering disebut dengan Tarian Piriang ialah salah satu seni tari tradisional Minangkabau yang berasal dari Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Tarian Piring dibawakan dengan menggunakan alat bantu piring sebagai media utama.
Cara memainkannya ialah degan mengayunkan piring-piring tersebut dengan gerakan-gerakan yang cepat dan teratur. Dengan catatan piring tersebut tidak lepas dari genggaman tangan. Tari Piring ini merupakan salah satu simbol dari masyarakat Minangkabau.
6. Tarian Kipas Pakarena dari Daerah Gowa Sulawesi Selatan

Tarian Kipas Pakarena termasuk salah satu tarian tradisional daerah yang cukup ternama di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Gowa. Tarian Kipas Pakarena juga sering dimainkan pada berbagai acara-acara hiburan maupun yang bersifat adat, bahkan tarian ini juga sebagai salah satu daya tarik tersendiri untuk wisata di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Gowa.
Sejarah Asal -usul Tarian Kipas Pakarena
Menurut sejarah yang ada, Tarian Kipas Pakarena adalah salah satu tarian peninggalan dari Kerajaan Gowa di wilayah Gowa, Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa ini awalnya pernah berjaya berabad-abad di daerah Sulawesi bagian selatan. Sehingga kebudayaan yang ada di daerah Gowa pada saat itu sangat berpengaruh terhadap corak budaya masyarakat Gowa pada saat sekarang ini.Salah satunya ialah Tari Kipas Pakarena. Nama ini dambil dari kata “karena” yang artinya “main”. Sehingga seni tarian ini juga bisa diartikan sebagai tarian yang memainkan kipas. Tarian Kipas Pakarena kemudian diwariskan secara turun temurun hingga menjadi sebuah tradisi yang sampai sekarang ini masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar.
Asal usul sejarah dari Tarian Kipas Pakarena ini sebenarnya masih belum dapat diketahui secara pasti. Akan tetapi berdasarkan mitos masyarakat daerah Gowa, tarian Kipas Pakarena berawal dari kisah perpisahannya antara penghuni khayangan (boting langi) dan penghuni (pengguni lino) pada zaman dahulu.
Konon katanya sebelum berpisah, mereka (penghuni boting langi dan lino) sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup seperti beternak, bercocok tanam dan berburu kepada penghuni bumi. Ajaran itu diberikan melalui gerakan-gerakan badan dan kaki atau dalam istilah kita sebuah tarian. Kemudian gerakan-gerakan badan dan kaki tersebut digunakan penghuni lino sebagai ritual adat mereka
7. Tarian Nandak Ganjen dari Betawi atau Jakarta

Artikulasi dari tarian Nandak Ganjen apabila ditinjau berdasarkan dari nama tarian tersebut berasal dari dua suku kata yang berbeda yakni Nandak dalam bahasa Betawi maksutnya ialah menari sedangkan Ganjen merupakan sebuah istilah populer di Jakarta yang artinya centil atau genit.
Tarian Nandak Ganjen untuk pertama kalinya diciptakan oleh seorang seniman dari Betawi yang juga merupakan putra Betawi asli. Beliau adalah Sukirman atau lebih akrab dipanggil Bang Ntong yang telah menekuni dunia sejak tahun 1970 khusunya kesenian Topeng Betawi dan Gambang Kromong. Dalam kesehariannya Bang Ntong ini sebagai Ketua dari sebuah Grup musik Gambang Kromong Ratna Sari. Selain sebagai ketua sebuah grup seni musik, Bang Ntong juga seorang pemerhati kelestarian terhadap kesenian masyarakat Betawi.
Awal Bang Ntong menciptakan Tari Nandak Ganjen adalah inspirasi dari sebuah pantun. Sinopsis dari pantun tersebut berbunyi kurang lebih seperti ini: “Buah cempedak buah durian, sambil nandak cari perhatian”.
Bang Ntong melanjutkan bahwa Tarian Nandak Ganjen yang beliau ciptakan pada tahun 2000 tersebut adalah sebuah tarian yang bercerita tentang seorang gadis belia baru beranjak dewasa. Dalam istilah gaul dan modern di Indonesia ialah seorang Anak Baru Gede (ABG).
Dimana ketika dalam proses peralihan masa tersebut mulai terlihat keceriaan seorang remaja yang dibarengi dengan kecentilan. Akan tetapi kecentilan-kecentilan tersebut berujung pada tindakan konyol dan lucu sehingga dapat membuat siapapun yang melihatnya tersenyum-senyum sendiri.
8. Tarian Serimpi, Tarian Tradisional Daerah di Indonesia dari Yogyakarta

Berdasarkan sejarah yang umum diketahui, Tarian Serimpi ini telah ada sejak zaman kejayaan Kerajaan Mataran ketika dipimpim oleh Sultan Agung. Pada saat itu Tarian Serimpi merupakan tarian sakral yang hanya dipertunjukkan pada lingkungan Keraton Yogyakarta saat ada acara resmi kenegaraan atau peringatan kenaikan tahta pada Sultan. Sehingga para penarinya pun merupakan orang-orang tetentu yang telah dipilih oleh keluarga Kerajaan.
Akan tetapi semenjak terjadinya perpecahan Kerajaan Mataran hingga menjadi dua belah pihak yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta, Tarian Serimpi mulai mengalami perubahan. Meskipun terjadi perubahan dari segi gerakan, Tarian Serimpi ini masih memilki inti atau makna tarian yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar